Mungkin anda hafal, siapa pemain
tim nasional sepakbola Indonesia bernomor punggung 20 ? Ya, Bambang Pamungkas.
Wajar jika Anda mengetahuinya, lantaran nomor punggung saat ini seolah identik
dengan pemainnya. Tetapi tahukah anda, bahwa pada awalnya olahraga sepakbola
ini sebenarnya tidak mengenal penomoran pemain ? Dan ide dari penomoran kostum
pemain baru dimulai di Liga Inggris – pada saat Arsenal bertanding melawan
Chelsea (25 Agustus 1928). Ide ini awalnya mendapat tentangan karena dianggap
merusak warna kostum. Namun setelah melewati berbagai eksperimen, Inggris
menjadi negara pertama yang memberlakukan sistem nomor punggung. Baru kemudian
liga-liga lain di berbagai belahan dunia mengikuti.
Hampir pada
saat bersamaan, bisbol juga mengenal sistem penomoran pemain. Tepatnya saat
pertandingan Major League Baseball dimana tim Indian berhadapan melawan tim
Yankee (13 Mei 1929). Setahun kemudian, setiap tim di Liga Utama akhirnya
mengadopsi sistem ini. Pada waktu itu, penomoran dalam olahraga Bisbol
didasarkan tempat pemain di batting line-up. Biasanya catcher utama memakai
nomor 1 sampai dengan 8, sedang catcher cadangan memakai nomor 9. Pitcher utama
umumnya mengambil nomor 10 sampai dengan 14, sementara pitcher cadangan dan
pemain lain menggunakan nomor yang tersisa – 15 sampai dengan 26.
Di
sepakbola, penomoran pada awalnya didasarkan pada sebelas pemain starting yang
diurut dari nomor 1 sampai dengan nomor 11. Nomor setiap pemain juga bisa
berbeda-beda dalam satu musim pertandingan. Biasanya penomoran didasarkan pada
starting line-up secara berurutan, dari posisi pemain belakang ke pemain depan.
Pada umumnya kiper memakai nomor 1, pemain belakang memakai nomor antara 2
sampai dengan 6, gelandang memakai nomor 7 sampai dengan 11, dan penyerang
memakai nomor 9 sampai 10.
Baru pada
Piala Dunia 1954, nomor punggung melekat pada pemain selama turnamen karena
setiap tim harus menyetor daftar 22 pemainnya. Oleh karena itu, nomor punggung
12 sampai dengan 22 bisa dipakai oleh pemain lain tanpa memperhatikan posisinya
di lapangan. Begitu pula dengan pemain starter. Tidak harus bernomor di bawah
11. Misalnya Johan Cruyff – pemain tim nasional Belanda, selalu menggunakan
nomor 14.
Seiring
dengan reformasi di dunia sepakbola, tahun 1990-an, nomor punggung tidak hanya
terbatas sampai 22 atau 23 saja. Kini ada pemain yang memakai nomor 77, 88,
atau bahkan 99 – seperti halnya liga bola basket professional Amerika (NBA)
yang memang tidak mengatur soal penomoran. Nomor 99 misalnya, pernah dipakai
tahun 2003 oleh kipper FC Porto Vitor Baia dalam final Liga Champion UEFA.
Namun penomoran semacam ini baru sebatas tingkat klub. Untuk pertandingan
Internasional, FIFA masih membatasi hanya berdasarkan jumlah pemain saja.
Dalam perkembangannya,
nomor bisa menjadi ‘sakral’ yang biasanya disebabkan pernah dipakai oleh pemain
bintang. Seperti nomor 10 yang menjadi terkenal lantaran Ferenc Puskas dari
klub Real Madrid yang berhasil membawa klub ini merebut Piala Champions lima
kali berturut-turut (1956-1960). Apalagi nomor ini juga pernah dipakai oleh
Pele, Mario Kempes, Maradona, Ruud Gullit, Dennis Bergkamp, dan bintang-bintang
lainnya. Seperti halnya nomor 7 di Manchester United yang pernah dipakai pemain
hebat seperti George Best, Bryan Robson, Eric Cantona, David Beckham, dan
Cristiano Ronaldo.
Dalam NBA,
mitos nomor punggung terjadi pada Michael Jordan yang memakai nomor 23 di klub
Chicago Bulls. Saat ia beralih nomor menjadi 45, timnya gagal. Dan ketika ia
kembali mengenakan nomor 23, timnya berhasil menjadi juara lagi. Klub-klub NBA
juga punya cara sendiri untuk menghormati sang pemain bintang, yaitu dengan
tidak memakai nomor itu lagi setelah sang pemain pension. Klub tersebut juga
akan menggantungkan baju-baju para pemain yang dihormati ini di arena basket.
0 komentar:
Posting Komentar